Jumat, 28 November 2008

PENGERTIAN KONSELING MENURUT PARA AHLI

Dalam Mempelajari Bimbingan dan Konseling, mahasiswa sudah tentu harus mengetahui pengertian-pengertian yang telah dikemukakan para tokoh. Karena hal tersebut merupakan dasar agar dalam mempelajarinya mahasiswa menjadi fokus pada sasaran perkuliahan. Oleh karena itu berikut ini penulis uraikan 17 Teori berkenaan dengan pengertian bimbingan dan konseling tersebut :

1) Menurut Schertzer dan Stone (1980)
Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif perilakunya.

2) Menurut Jones (1951)
Konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan. Dimana ia diberi panduan pribadi dan langsung dalam pemecahan untuk lkien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan.

3) Prayitno dan Erman Amti (2004:105)
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.

4) Menurut A.C. English dalam Shertzer & Stone (1974)
Konseling merupakan proses dalam mana konselor membantu konseli (klien) membuat interprestasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya.

5) Menurut APGA (American Personel Guidance Association) dalam Prayitno
(1987 : 25)
Konseling adalah hubungan antara seorang individu yang memerlukan bantuan untuk mengatasi kecemasannya yang masih bersifat normal atau konflik atau masalah pengambilan keputusan.

6) Menurut Talbert (1959)
Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.

7) Menurut Cavanagh,
Konseling merupakan “a relationship between a trained helper and a person seeking help in which both the skills of the helper and the atmosphere that he or she creates help people learn to relate with themselves and others in more growth-producing ways.” Hubungan antara seorang penolong yang terlatih dan seseorang yang mencari pertolongan, di mana keterampilan si penolong dan situasi yang diciptakan olehnya menolong orang untuk belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain dengan terobosan-terobosan yang semakin bertumbuh (growth-producing ways)

8) Menurut Tohari Musnawar (1992)
Konseling dalam Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga mencapai kebahagiaan di dunia dan diakhirat. Kesemuanya berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, sebab keduanya merupakan sumber pedoman kehidupan umat Islam.


9) Menurut ASCA (American School Conselor Association)
Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien. Konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu klien mengatasi masalah-masalahnya.

10) Menurut Pepinsky & Pepinsky, dalam Schertzer dan Stone (1974)
Konseling merupakan interaksi yang (a) terjadi antara dua orang individu ,masing-masing disebut konselor dan klien ; (b) terjadi dalam suasana yang profesional (c) dilakukan dan dijaga sebagai alat untuk memudah kan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien.

11) Menurut Smith dalam Sertzer & Stone (1974)
Konseling merupakan proses dalam mana konselor membantu konseli (klien) membuat interprestasi tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya.

12) Menurut Division of Conseling Psychology
Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya dan untuk mencapai perkembangan yang optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses tersebut dapat terjadi setiap waktu.

13) Menurut Blocher dalam Shertzer & Stone (1969)
Konseling adalah membantu individu agar dapat menyadari dirinya sendiri dan memberikan reaksi terhadap pengaruh-pengrauh lingkungan yang diterimanya, selanjutnya, membantu yang bersangkutan menentukan beberapa makna pribadi bagi tingkah laku tersebut dan mengembangkan serta memperjelas tujuan-tujuan dan nilai-nilai untuk perilaku dimasa yang akan datang.

14) Menurut Berdnard & Fullmer (1969)
Konseling merupakan pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasikan ketiga hal tersebut.

15) Menurut Lewis, dalam Shertzer & Stone (1974)
Konseling adalah proses mengenai seseorang individu yang sedang mengalami masalah (klien) dibantu untuk merasa dan bertingkah laku dalam suasana yang lebih menyenangkan melalui interaksi dengan seseorang yang bermasalah yang menyediakan informasi dan reaksi-reaksi yang merangsang klien untuk mengembangkan tingkah laku yang memungkinkan kliennye berperan secara lebih efektif bagi dirinya sendiri dan lingkungannya.

16) Menurut Pietrofesa
Konseling merupakan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada konseli.

17) Menurut Winkell (2005 : 34)
Konseling merupakan serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli / klien secara tatap muka langsung dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap bebagai persoalan atau masalah khusus maka masalah yang dihadapi oleh klien dapat teratasi semuanya.

Manusia Dan Perkembangannya
Teori Perkembangan Manusia
Pada pembahasan jiwa (anima) diketahui bahwa manusia memiliki kesempurnaan dibanding makluk yang lain. Manusia dalam hidup mengalami perubahan-perubahan baik fisik maupun kejiwaan (fisiologis dan psikologis). Banyak faktor yang menetukan perkembangan manusia, yang mengakibatkan munculnya berbagai teori tentang perkembangan manusia. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
a. Teori Nativisme
Pelopor teori ini adalah Schopenhauer. Teori ini menyatakan bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh nativus atau faktor-faktor bawaan manusia sejak dilahirkan. Teori ini menegaskan bahwa manusia memiliki sifat-sifat tertentu sejak dilahirkan yang mempengaruhi dan menentukan keadaan individu yang bersangkutan. Faktor lingkungan dan pendidikan diabaikan dan dikatakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan manusia.
Teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah karena telah ditentukan oleh sifat –sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka akan baik dan bila dari keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat manusia bersifat permanen tidak bisa diubah. Teori ini memandang pendidikan sebagai suatu yang pesimistis serta mendeskreditkan golongan manusia yang “kebetulan” memiliki keturunan yang tidak baik.

Teori empirisme
Berbeda dengan teori sebelumnya, teori ini memandang bahwa perkembangan individu dipengaruhi dan ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan mulai dari lahir hingga dewasa. Teori ini memandang bahwa pengalaman adalah termasuk pendidikan dan pergaulan. Penjelasan teori ini adalah manusia pada dasarnya merupakan kertas putih yang belum ada warna dan tulisannya akan menjadi apa nantinya manusia itu bergantung pada apa yang akan dituliskan.
Pandangan teori ini lebih optimistik terhadap pendidikan, bahkan pendidikan adalh termasuk faktor penting untuk menenukan perkembangan manusia. Teori ini dipolopori oleh Jhon Locke.




Teori Konvergensi
Teori ini merupakan gabungan dari kedua teori di atas yang menyatakan bahwa pembawaan dan pengalaman memiliki peranan dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan individu. Asumsi teori ini berdasar eksperimen dari William Stern terhadap dua anak kembar. Anak kembar memiliki sifat keturunan yang sama, namun setelah dipisahkan dalam lingkungan yang berbeda anak kembar tersebut ternyata memiliki sifat yang berbeda. Dari sinilah maka teori ini menyimpulkan bahwa sifat keturunan atau pembawaan bukanlah faktor mayor yang menentukan perkembangan individu tapi turut juga disokong oleh faktor lingkungan.
Faktor pembawaan manusia dalam teori ini disebut sebagai faktor endogen yang meliputi faktor kejasmanian seperti kulit putih, rambut keriting, rambut warna hitam. Selain faktor kejasmanian faktor ada juga faktor pembawaan psikologis yang disebut dengan temperamen. Temperamen berbeda dengan karakter atau watak. Karakter atau watak adalah keseluruhan ari sifat manusia yang namapak dalam perilaku sehari-hari sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan dan bersifat tidak konstan. Jika watak atau karakter bersifat tidak konstan maka temperamen bersifat konstan. Selain temperamen dan sifat jasmani, faktor endogen lainnya yang ada pada diri manusia adalah faktor bakat (aptitude). Aptitude adalah potensi-potensi yang memungkinkan individu berkembang ke satu arah.
Untuk faktor lingkunganyang dimaksud dalam teori ini disebut sebagai faktor eksogen yaitu faktor yang datang dari luar diri manusia berupa pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya yang populer disebut sebagai milieu. Perbedaan antara lingkungan dengan pendidikan adalah terletak pada keaktifan proses yang dijalankan. Bila lingkungan bersifat pasif tidak memaksa bergantung pada individu apakah mau menggunakan kesempatan dan manfaat yang ada atau tidak. Sedangkan pendidikan bersifat aktif dan sistematis serta dijalankan penuh kesadaran.

Hubungan Individu dengan Lingkungan
Pada teori konvergensi disebutkan bahwa lingkungan memiliki peranan penting dalam perkembangan jiwa manusia. Lingkungan tersebut terbagi dalam beberapa kategori yaitu :
Lingkungan fisik ; berupa alam seperti keadaan alam atau keadaan tanah serta musim
Lingkungan sosial ; berupa lingkungan tempat individu berinteraksi. Lingkungan sosial dibedakan dalam dua bentuk :
1). Lingkungan sosial primer : yaitu lingkungan yang anggotanya saling kenal
2). Lingkungan sosial sekunder : lingkungan yang hubungan anatar anggotanya bersifat longgar.

Hubungan individu dengan lingkungannya ternyata memiliki hubungan timbal balik lingkungan mempengaruhi individu dan individu mempengaruhi lingkungan. Sikap individu terhadap lingkungan dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu :

a) Individu menolak lingkungan jika tidak sesuai dengan yang ada dalam diri individu
b) Individu menerima lingkungan jika sesuai dengan dengan yang ada dalam diri individu
c) Individu bersikap netral atau berstaus quo.

Gejala/Peristiwa Kejiwaan
Jiwa manusia memiliki kekuatan dan kemampuan yang terdiri atas 3 golongan besar yaitu :
a. Kemampuan jiwa yang berhubungan dengan pengenalan (kognisi)
Kemampuan jiwa yang berhubungan dengan perasaan (emosi)
kemampuan jiwa yang berhubungan dengan kemauan (konasi)
Kemampuan-kemampuan itulah yang digunakan oleh manusia dalam berhadapan dan berhubungan dengan lingkungannya (di dalam mapun di luar), termasuk dalam mengolah informasi yang ada pada lingkungannya yang disebut dengan stimulus atau rangsang.

Stimulus

Stimulus sendiri di artikan sebagai segala sesuatu yang mengenai reseptor dan menyebabkan yang menyebabkan aktifnya organisme . atau Stimulus sendiri diartikan sebagai “any force acting on receptor and making it active” (Woodworth & Marquis). Agar stimulus dapat dapat diolah dan diterima serta disadari oleh reseptor manusia, maka stimulus harus cukup kuat. Oleh karenanya maka ukuran kekuatan stimulus yang paling lemah untuk mampu ditangkap oleh reseptor manusia disebut sebagai ambang stimulus. Bila kekuatan stimulus ditambah maka akan menjadi kuat dan manusia akan menjadi mampu membedakan antara sitimulus yang satu dengan stimulus yang lain. Namun walau telah ditambah kekuatanya manusia tidak mampu menangkap atau menyadari maka stimulus tersebut telah mencapai ambang terminal; yaitu kondisi kekuatan stimulus maksimal yang yang tidak dapat disadari lagi. Sehingga range antara ambang stimulus hingga ambang terminal merupakan daerah kemampuan manusia untuk menangkap stimulus. Misal kekuatan stimulus untuk penglihatan adalah berkisar antara 390 mili micron hingga 760 mili micron. Telinga manusia hanya dapat mendeteksi gelombang suara antara 20 sapai 20.000 hertz serta manusia hanya bisa menerima suhu dalam range 10 hingga 45 derajat Celcius.



Kemampuan jiwa yang berhubungan dengan pengenalan (kognisi)
Sensasi
Tahapan awal diterimanya stimulus dalam diri manusia disebut sebagai peristiwa sensasi (sense) atau penginderaan. Sensasi sendiri berarti penerimaan stimulus melalui alat indera atau “pengalaman elementer yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual yang berhubungan denagn alat indera” (benyamin B Bolman).
Sensasi menjadi penting dalam hidup manusia karena melalui sensasi manusia dapat mengenal kualitas lingkungannya. Alat yang digunakan untuk melakukan sensasi adalah reseptor atau aalat indera yang terdiri dari lima (panca indera) yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan perasa.

Syarat-syarat terjadinya sensasi sebagai berikut :
a. Adanya objek yang diamati atau kekuatan stimulus
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai indera (reseptor) sehingga terjadi sensasi.. Untuk bisa diterima oleh indera diperlukan kekuatan stimulus yang disebut sebagai ambang mutlak (absolute threshold).
b. Kepastian alat indera (reseptor) yang cukup baik serta syaraf (sensoris) yang baik sebagai penerus kepada pusat otak (kesadaran) untuk menghasilkan respon
c. Pengalaman dan lingkungan budaya. Pengalaman dan budaya mempengaruhi kapasitas alat indera yang mempengaruhi sensasi.

Dari syarat tersebut maka proses sensasi terdiri dari 3 tahapan yang meliputi :
a. proses fisik ; stimulus mengenai alat indera atau reseptor disebut sebagai proses kealaman
b. proses fisiologis ; stimulus yang mengenai alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak
Simpulan
Sensasi : Penyaksian indera organisme atas rangsang (stimulus) yang kompleks.
Pada penginderaan unsur-unsur stimulus belum terurai masih satu kesatuan proses psikologis ; yaitu proses di otak yang menyebabkan organisme mampu menyadari apa yang diterima dengan inderanya. Ini merupakan proses terakhir dari sensasi dan merupakan pengamatan atau sensasi yang sebenarnya.

Manusia Dan Perkembangannya
Teori Perkembangan Manusia
Pada pembahasan jiwa (anima) diketahui bahwa manusia memiliki kesempurnaan dibanding makluk yang lain. Manusia dalam hidup mengalami perubahan-perubahan baik fisik maupun kejiwaan (fisiologis dan psikologis). Banyak faktor yang menetukan perkembangan manusia, yang mengakibatkan munculnya berbagai teori tentang perkembangan manusia. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
a. Teori Nativisme
Pelopor teori ini adalah Schopenhauer. Teori ini menyatakan bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh nativus atau faktor-faktor bawaan manusia sejak dilahirkan. Teori ini menegaskan bahwa manusia memiliki sifat-sifat tertentu sejak dilahirkan yang mempengaruhi dan menentukan keadaan individu yang bersangkutan. Faktor lingkungan dan pendidikan diabaikan dan dikatakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan manusia.
Teori ini memiliki pandangan seolah-olah sifat-sifat manusia tidak bisa diubah karena telah ditentukan oleh sifat –sifat turunannya. Bila dari keturunan baik maka akan baik dan bila dari keturunan jahat maka akan menjadi jahat. Jadi sifat manusia bersifat permanen tidak bisa diubah. Teori ini memandang pendidikan sebagai suatu yang pesimistis serta mendeskreditkan golongan manusia yang “kebetulan” memiliki keturunan yang tidak baik.

Teori empirisme
Berbeda dengan teori sebelumnya, teori ini memandang bahwa perkembangan individu dipengaruhi dan ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan mulai dari lahir hingga dewasa. Teori ini memandang bahwa pengalaman adalah termasuk pendidikan dan pergaulan. Penjelasan teori ini adalah manusia pada dasarnya merupakan kertas putih yang belum ada warna dan tulisannya akan menjadi apa nantinya manusia itu bergantung pada apa yang akan dituliskan.
Pandangan teori ini lebih optimistik terhadap pendidikan, bahkan pendidikan adalh termasuk faktor penting untuk menenukan perkembangan manusia. Teori ini dipolopori oleh Jhon Locke.




Teori Konvergensi
Teori ini merupakan gabungan dari kedua teori di atas yang menyatakan bahwa pembawaan dan pengalaman memiliki peranan dalam mempengaruhi dan menentukan perkembangan individu. Asumsi teori ini berdasar eksperimen dari William Stern terhadap dua anak kembar. Anak kembar memiliki sifat keturunan yang sama, namun setelah dipisahkan dalam lingkungan yang berbeda anak kembar tersebut ternyata memiliki sifat yang berbeda. Dari sinilah maka teori ini menyimpulkan bahwa sifat keturunan atau pembawaan bukanlah faktor mayor yang menentukan perkembangan individu tapi turut juga disokong oleh faktor lingkungan.
Faktor pembawaan manusia dalam teori ini disebut sebagai faktor endogen yang meliputi faktor kejasmanian seperti kulit putih, rambut keriting, rambut warna hitam. Selain faktor kejasmanian faktor ada juga faktor pembawaan psikologis yang disebut dengan temperamen. Temperamen berbeda dengan karakter atau watak. Karakter atau watak adalah keseluruhan ari sifat manusia yang namapak dalam perilaku sehari-hari sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan dan bersifat tidak konstan. Jika watak atau karakter bersifat tidak konstan maka temperamen bersifat konstan. Selain temperamen dan sifat jasmani, faktor endogen lainnya yang ada pada diri manusia adalah faktor bakat (aptitude). Aptitude adalah potensi-potensi yang memungkinkan individu berkembang ke satu arah.
Untuk faktor lingkunganyang dimaksud dalam teori ini disebut sebagai faktor eksogen yaitu faktor yang datang dari luar diri manusia berupa pengalaman, alam sekitar, pendidikan dan sebagainya yang populer disebut sebagai milieu. Perbedaan antara lingkungan dengan pendidikan adalah terletak pada keaktifan proses yang dijalankan. Bila lingkungan bersifat pasif tidak memaksa bergantung pada individu apakah mau menggunakan kesempatan dan manfaat yang ada atau tidak. Sedangkan pendidikan bersifat aktif dan sistematis serta dijalankan penuh kesadaran.

Hubungan Individu dengan Lingkungan
Pada teori konvergensi disebutkan bahwa lingkungan memiliki peranan penting dalam perkembangan jiwa manusia. Lingkungan tersebut terbagi dalam beberapa kategori yaitu :
Lingkungan fisik ; berupa alam seperti keadaan alam atau keadaan tanah serta musim
Lingkungan sosial ; berupa lingkungan tempat individu berinteraksi. Lingkungan sosial dibedakan dalam dua bentuk :
1). Lingkungan sosial primer : yaitu lingkungan yang anggotanya saling kenal
2). Lingkungan sosial sekunder : lingkungan yang hubungan anatar anggotanya bersifat longgar.

Hubungan individu dengan lingkungannya ternyata memiliki hubungan timbal balik lingkungan mempengaruhi individu dan individu mempengaruhi lingkungan. Sikap individu terhadap lingkungan dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu :

a) Individu menolak lingkungan jika tidak sesuai dengan yang ada dalam diri individu
b) Individu menerima lingkungan jika sesuai dengan dengan yang ada dalam diri individu
c) Individu bersikap netral atau berstaus quo.

Gejala/Peristiwa Kejiwaan
Jiwa manusia memiliki kekuatan dan kemampuan yang terdiri atas 3 golongan besar yaitu :
a. Kemampuan jiwa yang berhubungan dengan pengenalan (kognisi)
Kemampuan jiwa yang berhubungan dengan perasaan (emosi)
kemampuan jiwa yang berhubungan dengan kemauan (konasi)
Kemampuan-kemampuan itulah yang digunakan oleh manusia dalam berhadapan dan berhubungan dengan lingkungannya (di dalam mapun di luar), termasuk dalam mengolah informasi yang ada pada lingkungannya yang disebut dengan stimulus atau rangsang.

Stimulus

Stimulus sendiri di artikan sebagai segala sesuatu yang mengenai reseptor dan menyebabkan yang menyebabkan aktifnya organisme . atau Stimulus sendiri diartikan sebagai “any force acting on receptor and making it active” (Woodworth & Marquis). Agar stimulus dapat dapat diolah dan diterima serta disadari oleh reseptor manusia, maka stimulus harus cukup kuat. Oleh karenanya maka ukuran kekuatan stimulus yang paling lemah untuk mampu ditangkap oleh reseptor manusia disebut sebagai ambang stimulus. Bila kekuatan stimulus ditambah maka akan menjadi kuat dan manusia akan menjadi mampu membedakan antara sitimulus yang satu dengan stimulus yang lain. Namun walau telah ditambah kekuatanya manusia tidak mampu menangkap atau menyadari maka stimulus tersebut telah mencapai ambang terminal; yaitu kondisi kekuatan stimulus maksimal yang yang tidak dapat disadari lagi. Sehingga range antara ambang stimulus hingga ambang terminal merupakan daerah kemampuan manusia untuk menangkap stimulus. Misal kekuatan stimulus untuk penglihatan adalah berkisar antara 390 mili micron hingga 760 mili micron. Telinga manusia hanya dapat mendeteksi gelombang suara antara 20 sapai 20.000 hertz serta manusia hanya bisa menerima suhu dalam range 10 hingga 45 derajat Celcius.



Kemampuan jiwa yang berhubungan dengan pengenalan (kognisi)
Sensasi
Tahapan awal diterimanya stimulus dalam diri manusia disebut sebagai peristiwa sensasi (sense) atau penginderaan. Sensasi sendiri berarti penerimaan stimulus melalui alat indera atau “pengalaman elementer yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual yang berhubungan denagn alat indera” (benyamin B Bolman).
Sensasi menjadi penting dalam hidup manusia karena melalui sensasi manusia dapat mengenal kualitas lingkungannya. Alat yang digunakan untuk melakukan sensasi adalah reseptor atau aalat indera yang terdiri dari lima (panca indera) yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan perasa.

Syarat-syarat terjadinya sensasi sebagai berikut :
a. Adanya objek yang diamati atau kekuatan stimulus
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai indera (reseptor) sehingga terjadi sensasi.. Untuk bisa diterima oleh indera diperlukan kekuatan stimulus yang disebut sebagai ambang mutlak (absolute threshold).
b. Kepastian alat indera (reseptor) yang cukup baik serta syaraf (sensoris) yang baik sebagai penerus kepada pusat otak (kesadaran) untuk menghasilkan respon
c. Pengalaman dan lingkungan budaya. Pengalaman dan budaya mempengaruhi kapasitas alat indera yang mempengaruhi sensasi.

Dari syarat tersebut maka proses sensasi terdiri dari 3 tahapan yang meliputi :
a. proses fisik ; stimulus mengenai alat indera atau reseptor disebut sebagai proses kealaman
b. proses fisiologis ; stimulus yang mengenai alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak
proses psikologis ; yaitu proses di otak yang menyebabkan organisme mampu menyadari apa yang diterima dengan inderanya. Ini merupakan proses terakhir dari sensasi dan merupakan pengamatan atau sensasi yang sebenarnya.

INSTRUMENTASI KONSELING I

Nelyahardi Ilyas, 17-10-2008

SEJARAH BIMBINGAN DAN KONSELING DAN LAHIRNYA BK 17 PLUS
Pendahuluan
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.

Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka. Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas.
Pra Lahirnya Pola 17
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Belum adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.

2. Semangat luar biasa untuk melaksanakan BP di sekolah
Lahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah.
3. Belum ada aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing, orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut mengakibatkan:
1. Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
2. Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam kelas-kelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
3. Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
4. Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya,
5. Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling.Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.
Lahirnya Pola 17
SK Mendikbud No. 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya terdapat hal-hal yang substansial, khususnya yang menyangkut bimbingan dan konseling adalah : 1. Istilah “bimbingan dan penyuluhan” secara resmi diganti menjadi “bimbingan dan konseling.” 2. Pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru pembimbing, yaitu guru yang secara khusus ditugasi untuk itu. Dengan demikian bimbingan dan konseling tidak dilaksanakan oleh semua guru atau sembarang guru. 3. Guru yang diangkat atau ditugasi untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling adalah mereka yang berkemampuan melaksanakan kegiatan tersebut; minimum mengikuti penataran bimbingan dan konseling selama 180 jam. 4. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan pola yang jelas : a. Pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas-asasnya. b. Bidang bimbingan : bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir c. Jenis layanan : layanan orientasi, informasi, penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok.d. Kegiatan pendukung : instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus. Unsur-unsur di atas (nomor 4) membentuk apa yang kemudian disebut “BK Pola-17” 5. Setiap kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan melalui tahap :a. Perencanaan kegiatanb. Pelaksanaan kegiatanc. Penilaian hasil kegiatand. Analisis hasil penilaiane. Tindak lanjut6. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan di dalam dan di luar jam kerja sekolah. Hal-hal yang substansial di atas diharapkan dapat mengubah kondisi tidak jelas yang sudah lama berlangsung sebelumnya. Langkah konkrit diupayakan seperti :1. Pengangkatan guru pembimbing yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling.2. Penataran guru-guru pembimbing tingkat nasional, regional dan lokal mulai dilaksanakan.3. Penyususnan pedoman kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, seperti :a. Buku teks bimbingan dan konselingb. Buku panduan pelaksanaan menyeluruh bimbingan dan konseling di sekolahc. Panduan penyusunan program bimbingan dan konselingd. Panduan penilaian hasil layanan bimbingan dan konselinge. Panduan pengelolaan bimbingan dan konseling di sekolah4. Pengembangan instrumen bimbingan dan konseling5. Penyusunan pedoman Musyawarah Guru Pembimbing (MGP) Dengan SK Mendikbud No 025/1995 khususnya yang menyangkut bimbingan dan konseling sekarang menjadi jelas : istilah yang digunakan bimbingan dan konseling, pelaksananya guru pembimbing atau guru yang sudah mengikuti penataran bimbingan dan konseling selama 180 jam, kegiatannya dengan BK Pola-17, pelaksanaan kegiatan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian, analisis penilaian dan tindak lanjut. Pelaksanaan kegiatan bisa di dalam dan luar jam kerja. Peningkatan profesionalisme guru pembimbing melalui Musyawarah Guru Pembimbing, dan guru pembimbing juga bisa mendapatkan buku teks dan buku panduan.
Dari uraian diatas secara singkat pola 17 dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Pola 17
Bidang

- Pribadi
- Sosial
- Belajar
- Karir

7 jenis
layanan

- Orientasi
- Informasi
- Pencapaian penyaluran
- Pembelajaran
- Konseling kelompok
- Bimbingan kelompok
- Konseling individual
Daya
dukung

- Instrumen
- Himpunan data
- Tampilan kepustakaan
- Referal / Alih Tangan
- Home Visit
- Konfrensi kasus



b. BK Pola 17 Plus
Bidang

- Pribadi
- Sosial
- Belajar
- Karir
- Kehidupan keluarga
- Kehidupan beragama
7 jenis
layanan

- Orientasi
- Informasi
- Pencapaian penyaluran
- Penguasaan konten
- Konseling kelompok
- Bimbingan kelompok
- Konseling individual
- Konsultasi
- Mediasi
Daya
dukung

- Instrumen
- Himpunan data
- Tampilan kepustakaan
- Referal / Alih Tangan
- Home Visit
- Konfrensi kasus




Sabtu, 22 November 2008

FENOMENA DAN PENGERTIAN BIMBINGAN KONSELING



1. Fenomena Bimbingan dan Konseling di Lapangan
Secara umum tujuan diadakannya bimbingan dan konseling yaitu untuk membantu peserta didik atau siswa dalam memahami diri dan lingkungan; mengarahkan diri; menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengembangkan potensi dan kemandirian diri secara optimal pada setiap tahap perkembangannya. Artinya dalam malaksanakannya guru pembimbing dituntut untuk dekat, akrab dan bersahabat dengan segala pola tingkah laku dan kepribadian siswa dalam batasan tertentu sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah yang dihadapi siswa.
Namun kenyataannya fenomena yang terjadi di lapangan cenderung berbeda dengan tujuan umum diatas. Yang terjadi adalah jarak pemisah yang cukup jauh antara guru BK dan siswa. Siswa merasa enggan untuk secara suka rela mendatangi konselor dalam mengatasi masalahnya. Berikut ini adalah beberapa fenomena yang terjadi dalam pelaksanaan BK di sekolah :
1) Guru BK sebagai polisi sekolah
Pada beberapa sekolah, guru BK adalah sosok yang “ditakuti”. Hal ini wajar karena dalam “mendisiplinkan” siswa. terkadang dilakukan dengan interogasi, razia, dan punishment (hukuman). Sehingga jika ditanyakan kepada siswa mengenai guru BK, banyak siswa yang merasa benci, tidak bersahabat dan cenderung memilih lebih baik menghindar saat bertemu guru BK, terutama saat mereka sedang dalam posisi melakukan kesalahan.

2) Pelaksanaannya masih menggunakan pola tidak jelas.
Yang dimaksud dengan pola tidak jelas disinia adalah tidak adanya aturan baku atau pola-pola tertentu yang ditetapkan sebagai acuan dalam menyelesaikan masalah. Dalam penerapannya guru cenderung melakukan cara-cara yang “kasar” dan justru tidak mendidik. Misalnya ketika seorang siswa ketahuan merokok, siswa tersebut malah disuruh menghisap sepuluh batang rokok sekaligus. Hal ini tidaklah tepat. Memang tindakan ini akan dapat memberikan efek jera, namun disisi lain menghisap rokok dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang bersaan, justru akan membahayakan kesehatan siswa.

3) Pendekatan yang dilakukan pada siswa bermasalah / klien masih menggunakan pendekatan klinik – klasik.
Dalam hal ini fokus penanganan BK dilakukan hanya kepada siswa yang berkeadaan dan mengalami hal-hal negatif, seperti nakal, membolos, malas membuat PR, dan lain sebagainya. Hubungan antara siswa dan guru pembimbing pun adalah sebagai atasan dan bawahan. Sehingga terdapat jarak yang sangat jauh antara keduanya.

2. Mitra Kerja Konselor
Sebagai sebuah profesi yang menangani masalah yang bersifat kompleks, konselor memerlukan mitra kerja yang dapat diajak bekerja sama dalam menyelesaikan masalah kliennya. Salah satu hal yang menjadi daya dukung dalam melakukan konseling adalah dengan melakukan tindakan refereal. Yaitu mengalihtangankan kasus kepada pihak yang lebih berkompeten dibidangnya yang dalam hal ini konselor tidak mempunyai kemampuan menanganinya.
Misalnya seorang siswa memiliki kelainan pada penglihatannya sehingga dalam belajar siswa tidak dapat melihat keterangan guru di papan tulis dengan jelas dan mengakibatkan nilainya rendah. Maka tindakan konselor adalah meng-alihtangankan kasus ini kepada dokter spesialis mata untuk mengobati mata siswa tersebut dan juga bekerja sama dengan guru kelasnya agar anak ini lebih mendapat perhatian dan jika perlu tempat duduknya dipindahkan ketempat yang lebih baik.
Pada dasarnya semua komponen masyarakat yang mempunyai hubungan dengan klien adalah mitra kerja bagi konselor. Adapun mintra kerja bagi konselor sekolah adalah sebagai berikut :
1) Guru / personil sekolah
2) Orang tua dan keluarga siswa
3) Pihak luar sekolah baik itu instansi tertentu ataupun organisasi dan lembaga-lembaga dilingkungan masyarakat lainnya.


3. Trilogi Profesi Konseling
Untuk menjadi profesional, profesional dalam bidang apapun, seseorang harus menguasai dan memenuhi ketiga komponen trilogi profesi, yaitu (1) komponen dasar keilmuan, (2) komponen substansi ilmu, dan (3) komponen praktik profesi, sebagaimana gambar berikut :

Komponen dasar keilmuan memberikan landasan bagi calon tenaga profesional dalam wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap berkenaan dengan profesi yang dimaksud. Misalnya seorang konselor sekolah, ia harus memiliki dasar ilmu pendidikan yang didapat dari bangku kuliah, sebagaimana yang terdapat pada program ekstensi bimbingan konseling.
Komponen substansi ilmu membekali calon profesional tentang apa yang menjadi fokus dan objek praktis spesifik pekerjaan profesionalnya. Berkenaan dengan konseling diatas, maka substansi profesi yang spesifik yang harus dimiliki konselor adalah substansi ilmu dibidang konselor.
Komponen praktik mengarahkan calon tenaga profesional untuk menyelenggarakan praktik profesinya itu kepada sasaran pelayanan atau pelanggan secara tepat dan berdaya guna. Misalnya, dalam pelaksanaan program bimbingan konseling di sekolah, seorang konselor wajib memiliki 18 jam mengajar yang dipergunakan untuk mengakomodasi permasalahan 150 siswa.
Penguasaan dan penyelenggaraan trilogi profesi secara mantap merupakan jaminan bagi suksesnya penampilan profesi tersebut demi kebahagiaan sasaran pelayanan. Penguasaan ketiga komponen profesi tersebut diperoleh di dalam program pendidikan profesi dan pendidikan akademik yang mendasarinya.

4. Pengertian Bimbingan
Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata yaitu bimbingan dan konseling. Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966:3) menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan)
Beberapa pendapat lain dari para tokoh mengenai pengertian bimbingan adalah sebagai berikut :
1) Prayitno dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

2) Winkel (2005:27) mendefenisikan bimbingan: (1) suatu usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri, (2) suatu cara untuk memberikan bantuan kepada individu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya, (3) sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan diri dalam lingkungan dimana mereka hidup, (4) suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan.

3) I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975:15) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.

4) Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “;;Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”;;.

5) Pengertian bimbingan konseling berdasarkan SK Mendikbud no.025/D/1995, disebutkan sebagai “pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan pada norma-norma yang berlaku”.

5. Pengertian Konseling
1) Menurut Cavanagh, konseling merupakan “a relationship between a trained helper and a person seeking help in which both the skills of the helper and the atmosphere that he or she creates help people learn to relate with themselves and others in more growth-producing ways.” Hubungan antara seorang penolong yang terlatih dan seseorang yang mencari pertolongan, di mana keterampilan si penolong dan situasi yang diciptakan olehnya menolong orang untuk belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain dengan terobosan-terobosan yang semakin bertumbuh (growth-producing ways)

2) (Pepinsky dalam Shertzer & Stone, 1974) konseling interaksi yang (a) terjadi antara dua orang individu ,masing-masing disebut konselor dan klien ; (b) terjadi dalam suasana yang profesional (c) dilakukan dan dijaga sebagai alat untuk memudah kan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien.
3) (Smith, dalam Shertzer & Stone, 1974) … suatu proses dimana konselor membantu konseli membuat interprestasi-interprestasi tetang fakta-fakta yang berhubungan dengn pilihan,rencana,atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuat.

4) (Mc. Daniel,1956) …suatu pertemuan langsung dengan individu yang ditujukan pada pemberian bantuan kapadanya untuk dapat menyesuaikan dirinya secara lebih efektif dengan dirinyasendiri dan lingkungan.

5) Konseling merupakan suatu proses untuk memebantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangn dirinya,dan untuk mencapai perkembangan yang optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya ,proses tersebuat dapat terjadi setiap waktu. (Division of Conseling Psychologi)

6) Prayitno dan Erman Amti (2004:105) konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.

7) Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.

6. Prinsip dalam Konseling
Ada dua prinsip yang harus dijalankan dalam pelaksanaan konseling. Yaitu KTPS (Klien Tidak Pernah Salah) dan KTPM (Konselor Tidak Pernah Memihak).

a. KTPS (Klien Tidak Pernah Salah)
Posisi klien dalam konseling di sekolah seringkali dikonotasikan negatif. Artinya setiap siswa yang masuk ke ruang BK (siswa yang diberikan bimbingan dan konseling), maka akan diartikan sebagai anak yang bermasalah. Bahwa siswa yang bersangkutan adalah memiliki kesalahan, itu memang benar, tetapi dalam hal ini konselor tidak boleh memposisikan siswa / klien sebagai seorang pesakitan (bersalah).
Kesalahan tersebut mungkin saja terjadi dikarenakan ketidak tahuan siswa bahwa pada saat ini dia dalam kondisi bersalah. Umpamanya dalam sebuah kasus, siswa membawa perhiasan berharga di sekolah. Jika dilihat dari kepemilikan barang tersebut, siswa tidaklah salah. Karena perhiasan tersbut adalah miliknya, yang didapat dengan hasil uang miliknya juga, maka siswa merasa berhak menggunakannya. Namun disisi lain ada peraturan sekolah yang melarang. Pihak sekolah mengkhawatirkan, jika siswa menggunakan perhiasan berharga, maka bisa jadi keselamatannya dapat terancam, selain itu perhiasan itu akan mengakibatkan kecemburuan sosial tehadap siswa lainnya.
Dalam hal ini posisi konselor adalah mengarahkan siswa kepada pemahaman bahwa praturan sekolah dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan siswa yang bersangkutan.

b. KTPM (Konselor Tidak Pernah Memihak)
Seorang konselor tidak boleh memihak kepada salah seorang klien atau kelompok tertentu dalam menangani maslah. Meskipun kelompok atau klien yang bersangkutan benar. Karena keberpihakan tersebut akan menimbulkan penyalahan kepada pihak / kelompok yang lain. Dan itu tentu saja bertentangan dengan prinsip KTPS.
Posisi konselor adalah penangah, menawarkan solusi, memberikan pemahaman, yang keputusan akhirnya diberikan kepada keduabelah pihak. Mau tetap mempertahankan argumennya, atau memilih solusi yang ditawarkan konselor.
Misalnya seorang siswa mempunyai masalah dengan teman sebangkunya. Dimana temannya itu selalu menjelek-jelekkan dirinya kepada teman lainnya.
Konselor tidak dapat memihak ataupun menyalahkan satu diantara keduanya. Yang dapat dilakukan adalah memberikan pengertian kepada keduanya bahwa kerukunan disekolah sangat penting. Memberikan pemahaman bagaimana sebaiknya bertingkah laku terhadap orang lain. Saling menghormati, dan menghargai. Membimbing bagaimana memecahkan masalah tanpa harus menyakiti. Konselor dapat juga memberikan contoh akibat yang ditimbulkan jika tidak ada toleransi dan saling menghargai antar sesama. Dan lain sebagainya.
Secara singkat ada 3 hal yang ditanamkan kepada siswa dalam menyelesaikan masalah :
1) Menyadari kesalahan
2) Menganalisa masalah
3) Meminta maaf
Dengan demikian siswa diharapkan dapat menilai sendiri apakah perbuatannya baik atau buruk. Keputusan diberikan sepenuhnya kepada siswa yang bersangkutan.