Sabtu, 22 November 2008

FENOMENA DAN PENGERTIAN BIMBINGAN KONSELING



1. Fenomena Bimbingan dan Konseling di Lapangan
Secara umum tujuan diadakannya bimbingan dan konseling yaitu untuk membantu peserta didik atau siswa dalam memahami diri dan lingkungan; mengarahkan diri; menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengembangkan potensi dan kemandirian diri secara optimal pada setiap tahap perkembangannya. Artinya dalam malaksanakannya guru pembimbing dituntut untuk dekat, akrab dan bersahabat dengan segala pola tingkah laku dan kepribadian siswa dalam batasan tertentu sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah yang dihadapi siswa.
Namun kenyataannya fenomena yang terjadi di lapangan cenderung berbeda dengan tujuan umum diatas. Yang terjadi adalah jarak pemisah yang cukup jauh antara guru BK dan siswa. Siswa merasa enggan untuk secara suka rela mendatangi konselor dalam mengatasi masalahnya. Berikut ini adalah beberapa fenomena yang terjadi dalam pelaksanaan BK di sekolah :
1) Guru BK sebagai polisi sekolah
Pada beberapa sekolah, guru BK adalah sosok yang “ditakuti”. Hal ini wajar karena dalam “mendisiplinkan” siswa. terkadang dilakukan dengan interogasi, razia, dan punishment (hukuman). Sehingga jika ditanyakan kepada siswa mengenai guru BK, banyak siswa yang merasa benci, tidak bersahabat dan cenderung memilih lebih baik menghindar saat bertemu guru BK, terutama saat mereka sedang dalam posisi melakukan kesalahan.

2) Pelaksanaannya masih menggunakan pola tidak jelas.
Yang dimaksud dengan pola tidak jelas disinia adalah tidak adanya aturan baku atau pola-pola tertentu yang ditetapkan sebagai acuan dalam menyelesaikan masalah. Dalam penerapannya guru cenderung melakukan cara-cara yang “kasar” dan justru tidak mendidik. Misalnya ketika seorang siswa ketahuan merokok, siswa tersebut malah disuruh menghisap sepuluh batang rokok sekaligus. Hal ini tidaklah tepat. Memang tindakan ini akan dapat memberikan efek jera, namun disisi lain menghisap rokok dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang bersaan, justru akan membahayakan kesehatan siswa.

3) Pendekatan yang dilakukan pada siswa bermasalah / klien masih menggunakan pendekatan klinik – klasik.
Dalam hal ini fokus penanganan BK dilakukan hanya kepada siswa yang berkeadaan dan mengalami hal-hal negatif, seperti nakal, membolos, malas membuat PR, dan lain sebagainya. Hubungan antara siswa dan guru pembimbing pun adalah sebagai atasan dan bawahan. Sehingga terdapat jarak yang sangat jauh antara keduanya.

2. Mitra Kerja Konselor
Sebagai sebuah profesi yang menangani masalah yang bersifat kompleks, konselor memerlukan mitra kerja yang dapat diajak bekerja sama dalam menyelesaikan masalah kliennya. Salah satu hal yang menjadi daya dukung dalam melakukan konseling adalah dengan melakukan tindakan refereal. Yaitu mengalihtangankan kasus kepada pihak yang lebih berkompeten dibidangnya yang dalam hal ini konselor tidak mempunyai kemampuan menanganinya.
Misalnya seorang siswa memiliki kelainan pada penglihatannya sehingga dalam belajar siswa tidak dapat melihat keterangan guru di papan tulis dengan jelas dan mengakibatkan nilainya rendah. Maka tindakan konselor adalah meng-alihtangankan kasus ini kepada dokter spesialis mata untuk mengobati mata siswa tersebut dan juga bekerja sama dengan guru kelasnya agar anak ini lebih mendapat perhatian dan jika perlu tempat duduknya dipindahkan ketempat yang lebih baik.
Pada dasarnya semua komponen masyarakat yang mempunyai hubungan dengan klien adalah mitra kerja bagi konselor. Adapun mintra kerja bagi konselor sekolah adalah sebagai berikut :
1) Guru / personil sekolah
2) Orang tua dan keluarga siswa
3) Pihak luar sekolah baik itu instansi tertentu ataupun organisasi dan lembaga-lembaga dilingkungan masyarakat lainnya.


3. Trilogi Profesi Konseling
Untuk menjadi profesional, profesional dalam bidang apapun, seseorang harus menguasai dan memenuhi ketiga komponen trilogi profesi, yaitu (1) komponen dasar keilmuan, (2) komponen substansi ilmu, dan (3) komponen praktik profesi, sebagaimana gambar berikut :

Komponen dasar keilmuan memberikan landasan bagi calon tenaga profesional dalam wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap berkenaan dengan profesi yang dimaksud. Misalnya seorang konselor sekolah, ia harus memiliki dasar ilmu pendidikan yang didapat dari bangku kuliah, sebagaimana yang terdapat pada program ekstensi bimbingan konseling.
Komponen substansi ilmu membekali calon profesional tentang apa yang menjadi fokus dan objek praktis spesifik pekerjaan profesionalnya. Berkenaan dengan konseling diatas, maka substansi profesi yang spesifik yang harus dimiliki konselor adalah substansi ilmu dibidang konselor.
Komponen praktik mengarahkan calon tenaga profesional untuk menyelenggarakan praktik profesinya itu kepada sasaran pelayanan atau pelanggan secara tepat dan berdaya guna. Misalnya, dalam pelaksanaan program bimbingan konseling di sekolah, seorang konselor wajib memiliki 18 jam mengajar yang dipergunakan untuk mengakomodasi permasalahan 150 siswa.
Penguasaan dan penyelenggaraan trilogi profesi secara mantap merupakan jaminan bagi suksesnya penampilan profesi tersebut demi kebahagiaan sasaran pelayanan. Penguasaan ketiga komponen profesi tersebut diperoleh di dalam program pendidikan profesi dan pendidikan akademik yang mendasarinya.

4. Pengertian Bimbingan
Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata yaitu bimbingan dan konseling. Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966:3) menemukakan bahwa guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan)
Beberapa pendapat lain dari para tokoh mengenai pengertian bimbingan adalah sebagai berikut :
1) Prayitno dan Erman Amti (2004:99) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

2) Winkel (2005:27) mendefenisikan bimbingan: (1) suatu usaha untuk melengkapi individu dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi tentang dirinya sendiri, (2) suatu cara untuk memberikan bantuan kepada individu untuk memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala kesempatan yang dimiliki untuk perkembangan pribadinya, (3) sejenis pelayanan kepada individu-individu agar mereka dapat menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun rencana yang realistis, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan memuaskan diri dalam lingkungan dimana mereka hidup, (4) suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan.

3) I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975:15) berpendapat bahwa bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.

4) Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dikemukakan bahwa “;;Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan”;;.

5) Pengertian bimbingan konseling berdasarkan SK Mendikbud no.025/D/1995, disebutkan sebagai “pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan pada norma-norma yang berlaku”.

5. Pengertian Konseling
1) Menurut Cavanagh, konseling merupakan “a relationship between a trained helper and a person seeking help in which both the skills of the helper and the atmosphere that he or she creates help people learn to relate with themselves and others in more growth-producing ways.” Hubungan antara seorang penolong yang terlatih dan seseorang yang mencari pertolongan, di mana keterampilan si penolong dan situasi yang diciptakan olehnya menolong orang untuk belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain dengan terobosan-terobosan yang semakin bertumbuh (growth-producing ways)

2) (Pepinsky dalam Shertzer & Stone, 1974) konseling interaksi yang (a) terjadi antara dua orang individu ,masing-masing disebut konselor dan klien ; (b) terjadi dalam suasana yang profesional (c) dilakukan dan dijaga sebagai alat untuk memudah kan perubahan-perubahan dalam tingkah laku klien.
3) (Smith, dalam Shertzer & Stone, 1974) … suatu proses dimana konselor membantu konseli membuat interprestasi-interprestasi tetang fakta-fakta yang berhubungan dengn pilihan,rencana,atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuat.

4) (Mc. Daniel,1956) …suatu pertemuan langsung dengan individu yang ditujukan pada pemberian bantuan kapadanya untuk dapat menyesuaikan dirinya secara lebih efektif dengan dirinyasendiri dan lingkungan.

5) Konseling merupakan suatu proses untuk memebantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangn dirinya,dan untuk mencapai perkembangan yang optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya ,proses tersebuat dapat terjadi setiap waktu. (Division of Conseling Psychologi)

6) Prayitno dan Erman Amti (2004:105) konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.

7) Winkel (2005:34) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.

6. Prinsip dalam Konseling
Ada dua prinsip yang harus dijalankan dalam pelaksanaan konseling. Yaitu KTPS (Klien Tidak Pernah Salah) dan KTPM (Konselor Tidak Pernah Memihak).

a. KTPS (Klien Tidak Pernah Salah)
Posisi klien dalam konseling di sekolah seringkali dikonotasikan negatif. Artinya setiap siswa yang masuk ke ruang BK (siswa yang diberikan bimbingan dan konseling), maka akan diartikan sebagai anak yang bermasalah. Bahwa siswa yang bersangkutan adalah memiliki kesalahan, itu memang benar, tetapi dalam hal ini konselor tidak boleh memposisikan siswa / klien sebagai seorang pesakitan (bersalah).
Kesalahan tersebut mungkin saja terjadi dikarenakan ketidak tahuan siswa bahwa pada saat ini dia dalam kondisi bersalah. Umpamanya dalam sebuah kasus, siswa membawa perhiasan berharga di sekolah. Jika dilihat dari kepemilikan barang tersebut, siswa tidaklah salah. Karena perhiasan tersbut adalah miliknya, yang didapat dengan hasil uang miliknya juga, maka siswa merasa berhak menggunakannya. Namun disisi lain ada peraturan sekolah yang melarang. Pihak sekolah mengkhawatirkan, jika siswa menggunakan perhiasan berharga, maka bisa jadi keselamatannya dapat terancam, selain itu perhiasan itu akan mengakibatkan kecemburuan sosial tehadap siswa lainnya.
Dalam hal ini posisi konselor adalah mengarahkan siswa kepada pemahaman bahwa praturan sekolah dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan siswa yang bersangkutan.

b. KTPM (Konselor Tidak Pernah Memihak)
Seorang konselor tidak boleh memihak kepada salah seorang klien atau kelompok tertentu dalam menangani maslah. Meskipun kelompok atau klien yang bersangkutan benar. Karena keberpihakan tersebut akan menimbulkan penyalahan kepada pihak / kelompok yang lain. Dan itu tentu saja bertentangan dengan prinsip KTPS.
Posisi konselor adalah penangah, menawarkan solusi, memberikan pemahaman, yang keputusan akhirnya diberikan kepada keduabelah pihak. Mau tetap mempertahankan argumennya, atau memilih solusi yang ditawarkan konselor.
Misalnya seorang siswa mempunyai masalah dengan teman sebangkunya. Dimana temannya itu selalu menjelek-jelekkan dirinya kepada teman lainnya.
Konselor tidak dapat memihak ataupun menyalahkan satu diantara keduanya. Yang dapat dilakukan adalah memberikan pengertian kepada keduanya bahwa kerukunan disekolah sangat penting. Memberikan pemahaman bagaimana sebaiknya bertingkah laku terhadap orang lain. Saling menghormati, dan menghargai. Membimbing bagaimana memecahkan masalah tanpa harus menyakiti. Konselor dapat juga memberikan contoh akibat yang ditimbulkan jika tidak ada toleransi dan saling menghargai antar sesama. Dan lain sebagainya.
Secara singkat ada 3 hal yang ditanamkan kepada siswa dalam menyelesaikan masalah :
1) Menyadari kesalahan
2) Menganalisa masalah
3) Meminta maaf
Dengan demikian siswa diharapkan dapat menilai sendiri apakah perbuatannya baik atau buruk. Keputusan diberikan sepenuhnya kepada siswa yang bersangkutan.

1 komentar:

Tulis Komentar Anda Mengenai Isi Blog Ini.